Asal
Usul Desa Langon
|
Kata pengantar
Rasa
syukur yang sangat mendalam kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah Karena berkat
kemurahan-Nya kami dapat menyelesaikan cerita ini sesuai dengan yang
diharapkan. Tulisan ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman dan memlihara
cerita rakyat ini agar tetap terjaga di
tengah tengah masyarakat. Sebagian masyarakat mengetahui tentang cerita asal
usul desa tempat mereka tinggal welaupun pengetahuan mereka hanya secara garis
besar saja, dengan pemaparan bahasa yang sederhana, terpotong potong dan tidak tersusun secara dramatikal
Narasi
ini disusun berdasarkan hasil wawancara dari berbagai sumber,dan dituangkan
dalam bentuk tulisan se-menaqrik mungkin
tanpa mengurangi isi dari cerita yang sesungguhnya. tujuan penulisan cerita tentang asal usul desa
langon ini adalag agar cerita yang sudah mengakar secara turn temurun terjaga
secara lestari dan dapat diketahui oleh
beberap[a pihak termasuk para generasi muda dan generasi penerus .tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran dari berbagai pihak, untuk itu rasa terima kasih kami
sampaikan kepada:
1.
Bpk. Santoso selaku Petinggi Desa Langon
2.
Bpk. H. Ahmad Sukono selaku sesepuh desa
3.
Bpk. K. Agus Salim selaku Tokoh spiritual
4.
Bpk. Suprato selaku pelawangan punden
5.
Rekan-rekan Perangakat Desa Langon yang telah banyak memberikan masukan
dan sarannya
6.
Masyarakat Desa Langon yang telah memberikan kontribusi yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu.
Demikian cerita ini kami buat sebagai upaya perekaman
atau pendokumentasian dari kebudayaan yang tersebar dan diwariskan dari mulut
ke mulut,dari masa ke masa.cerita dan nilai nilai yang terkandung bisa
dijadikan sebagai alat pendidik, pelipur
lara dan sebagai ‘koco benggolo. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
CERITA SINGKAT
ASAL-USUL DESA LANGON
Desa Langon terletak
di 7 KM sebelah timur ibukota Kabupaten Jepara, dengan batas sebelah timur desa
Ngabul, selatan desa Sukosono, sebelah barat desa Sukodono Dan sebelah utara
desa Tahunan. Luas wilayah desa Langon 274 Ha terbagi dalam 17 RT dan 07 Rw
dengan jumlah penduduk 6.774 jiwa yang terhimpun dalam 1.675 KK. Mata
pencaharian masyarakat desa langon
terdiri dari petani, buruh industi mebel, pengrajin ukiran mebel, PNS, wiraswastawan.
Produk unggulan mebel desa Langon adalah industri peti mati atau siupan, kursi
raja, kursi kepiting, ketapang outdoor dan indoor. produk unggulan pertanian
dan perkebunan adalah padi, singkong, kacang
tanah, tebu, rambutan, mangga, jambu, pepaya pisang dan banyak lagi. Hewan ternak
unggulan adalah sapi, kambing, bebek,
ayam kampung dan ayam pedaging.
Masyarakat desa Langon adalah masyarakat yang relegius
yang mengamalkan nilai nilai agama ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Hal
itu ditandai dengan jumlah masjid sebanyak empat buah dengan jumlah musholla
sebanyak 24 buah dan jumlah lembaga pendidikan
formal dan nor formal sebanyak 11 buah. hal itu serasi dan sesuai dengan
jiwa dan karakter yang diajarkan sebagai
petuah oleh cikal bakal atau sesepuh sesepuh desa Langon sebagai mana mitos
yang diturunkan dari generasi ke generasi dari mulut ke mulut secara turun
temurun.
Pada zaman dahulu kala abad ke 16 tepatnya sekitar tahun 1559 M ada seorang ulama’
besar atau kyai yang bernama Syekh Abdul Chamid bin Raden Rahmat seorang
bangsawan dari keturunan kerajaan Mataram Nusa Tenggara Barat. Beliau adalah
seorang perjaka muda yang sangat tampan rupawan bak pangeran dari kerajaan atas
angin yang turun dari kayangan. wajahnya sangat ganteng kulit tubuhnya putih
bersih, badannya tegap dengan penampilan yang sederhana, rendah hati, jauh dari
kesombongan dan tutur sapanya halus sopan dan penuh makna. Walaupun beliau
mempunyai ilmu yang sangat tinggi dan sangat sakti tapi tidak mau memamerkan
ilmu dan kesaktiannya kepada orang lain,
dan suka menyembunyikan kehebatannya dengan berpenampilan seperti orang biasa.
Dalam menjalani kehidupan sehari hari beliau dibantu oleh seorang abdi atau
dayang-dayang perempuan yang diberi nama Siti Rukoyyah. Walaupun seorang abdi
tapi parasnya sangat cantik dan masih muda. tubuhnya bersih rambutnya panjang
tertata rapi dan tutur sapanya sopan penuh ketaatan dan kepatuhan. Seluruh
kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci pakaian, dll dikerjakan dengan
penuh pengabdian dan keihlasan oleh Siti Rukoyyah. Apa yang disukai dan tidak
disukai ndoronya dia sangat mengerti. Salah satu warna pakaian kesukaan ndoronya adalah warna hijau sebagai lambang kemakmuran
dan kebahagiaan. Sedangkan makanan kesukaannya adalah ikan goreng. Jika beliau makan dengan lauk ikan
goreng beliau suka nambah nasi berkali-kali. kemanapun Syekh Abdul Chamid bin
Raden Rahmat berada dia selalu mendampingi siang malam tanpa mengeluh sedikitpun
dengan perasaan senang hati dia bisa melayani junjungannya dengan baik.
Pada suatu hari beliau Syekh Abdul Chamid bin Raden
Rahmat diutus untuk melakukan perjalanan RITUAL ( lelakon ) ke pulau tanah Jawa.
Disamping lelakon beliau juga mempunyai misi menyebarkan agama islam ke
wilayah-wilayah pedalaman yang masih abangan. Daerah - daerah pedalaman
pulau Jawa terkenal dengan ilmu kesaktian yang sangat tinggi yang dimiliki oleh
para dukun dan kepala adat. Sebelum beliau masuk ke tanah Jawa terlebih dahulu
singgah di pulau Madura. Ada seorang kyai yang mempunyai ilmu agama yang sangat
tinggi dan mempunyai ilmu karomah kewalian
yang sangat terkenal. Syekh Abdul Chamid bin Raden Rahmat menemui kyai itu
untuk meminta ilmu dan doa restu agar perjalannya ke pulau tanah Jawa bisa menghadapi rintangan – rintangan yang akan
terjadi, sehingga bisa selamat dan berhasil, karena pulau tanah jawa terkenal dengan
kesaktian – kesaktian yang sangat tinggi yang dimiliki oleh pemuka-pemuka adat
dan para dukun.
Setelah
mendapatkan ilmu dan bekal yang cukup dari seorang kiyai beliau dengan
menunggang kuda segera meninggalkan pulau Madura menuju ke pulau Jawa. Darerah yang
dituju adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sampai perbatasan Jawa Barat yaitu kota
Cirebon. Dalam perjalanannya beliau yang didampingi embannya menemui banyak
sekali rintangan – rintangan. Medan perjalanan yang dilalui sangat sulit dan
beragam. Panas terik mata hari, hujan badai,
naik gunung turun gunung dengan jurang yang sangat curam, melintasi hutan
belantara yang belum terjamah tangan manusia (Alas Purwo) dan angker, penuh dengan binatang buas, Jin
dan Dedemit. Bahkan setiap beliau singgah di suatu daerah tidak sedikit para
pendekar setempat yang ingin menjajal kekebalan dan kesaktiannya. Berkat doa
dan restu kyai yang dari Madura itu setiap rintangan- rintangan yang bisa mengancam
keselamatan jiwa mereka dapat dilalui dengan selamat.
Di tengah-tengah perjalanan, beliau singgah di daerah
pedesaan yang terpencil di sebelah timur wilayah Kadipaten Jepara Jawa Tengah. Pedesaan
yang sangat hijau dengan pohon - pohon besar di kanan kiri jalan-jalan setapak,
yang dipenuhi dengan burung-burung berkicau yang sedang memadu kasih dengan
pasangannya, sungai yang dialiri air yang sejuk dan bening dengan ikan-ikan di
dalamnya yang sedang bermain-main, berenang-renang, seperti ikan wader, sruwet,
udang, kutuk, dan lele. Daerah itu hanya dihuni oleh beberapa penduduk saja. Rumah
yang mereka tinggali terbuat dari kayu jati, kayu nangka, sengon, weru, dan
sebagian ada yang terbuat dari bambu, dengan atap terbuat dari daun rembulung (
welit ). Jarak perumahan satu dengan
yang lainnya sangat berjauhan dan masih dalam keadaan sepi.
Rumah
adat desa Langon tempo dulu
|
Mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam seperti
padi, singkong, jagung, dan palawija lainnya. Ada pula yang memelihara ternak
seperti sapi, kerbau, kambing, unggas dan lain- lain. Ada juga yang bermata
pencaharian sebagai pembuat kerajinan dari kayu Jati seperti peturon, almari,
Meja, kursi, dipan, figura cermin, dan
benda-benda kebutuhan rumah tangga lainnya. Benda- benda kerajinan itu biasanya dipahat oleh
tukang-tukang ukir yang handal dan professional dengan bentuk ukiran-ukiran
yang sangat klasik dan artistic. Ketekunan, ketelitian, kedetailan dengan
imajinasi yang kuat oleh para pengukir kayu, membuat barang-barang yang
dihasilkan sangat memukau bagi yang melihatnya.
Kerajinan
rantang ukiran bermotif naga Tempo dulu terbuat dari kayu jati
|
Kepercayaan yang dianut masyarakat saat itu adalah
animisme dan dinamisme. mereka percaya bahwa semua benda itu mempunyai Roh Dan
semua benda mempunyai kekuatan. Benda- benda seperti pohon Besar, batu besar,
benda pusaka seperti keris, tumbak, batu akik mempunyai tuah dan kekuatan yang
apabila diminta oleh mereka yang membutuhkan dapat membantu apa yang di
kehendakinya bahkan bisa murka apabila Ia dihina dan tidak dimulyakan. Mereka
sangat menghormati nenek moyang mereka yang sudah meninggal dunia. Petuah-petuah
dan nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka sangat diuri-uri dan
dipertahankan. Upacara-upacara untuk menghormati roh-roh nenek moyang sering
dilakukan supaya ada harmoni diantara kehidupan mereka.
Pohon
Bfesar
|
Sebelum masuk ke daerah tersebut Syekh
Abdul Chamid bin Raden Rahmat didampingi embannya terlebih dahulu bersilaturrahmi dan bertemu dengan para pemuka
adat setempat. Beliau masuk dari rumah yang satu kerumah yang lain. Beliau
memperkenalkan diri dan mengutarakan maksudnya agar diperkenankan tinggal di
daerah itu. Diantara tokoh-tokoh yang sangat kharismatik dan sangat dihormati
adalah Mbah Kramat, Mbah Nggelang, mbah Ndagan, mbah Slogo, Mbah Kojot, dan mbah
Onggo. Tutur sapanya yang sangat santun,sopan dan bermakna membuat mereka
tertarik dan betah untuk bercengkrama dan berbincang-bincang saling bertukar kaweruh
dan bertukar pengalaman. Apalagi setelah mereka tahu, bahwa maksud kedatangannya
adalah ingin bersama-sama mereka menyebarkan agama islam, karena mereka
sebenarnya sudah pemeluk agama islam. Bahkan mereka bersedia menjadi muridnya
dan siap membantu apa saja yang beliau butuhkan, sehingga beliau diberikan
sepetak tanah yang berada di tengah-tengah pusaran pedesaan, dekat dengan kali,
untuk dijadikan tempat tinggal.
Syekh Abdul Chamid bin Raden Rahmat
segera membangun rumah sederhana sebagai tempat tinggal di sebidang tanah yang
sudah diberikan itu. Selain membangun sebuah rumah sederhana beliau juga
membangun sebuah LANGGAR ( pondok ) yang terbuat dari batu bata merah
lengkap dengan tempat berwudlu, sebagai tempat peribadatan, bertapa dan tempat bermeditasi
mendekatkan diri kepada sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa. Tempat wudlu
tersebut adalah sebuah belik yang sangat jernih dan suci yaitu Belik Sari.
Belik
Sari
|
yang di dalamnya dihuni oleh se-ekor
kerangka dan kepala ikan tak berdaging. Ada Juga Raja Lele bergerombol,
berpawai, berbaris,memecah kesunyian malam. Keberadaan ikan itu hidup sampai
sekarang, kadang menampakkan sosoknya,memberikan pertanda dan pesan.Hanya orang
orang tertentu, terpilih dan winasis yang bisa melihat keberadaan makhluk
astral itu. Karena beliau membuat sebuah “Langgar” yang saat itu hanya
satu satunya dan yang pertama kali maka masyarakat sekitar menyebutnya dirinya
dengan sebutan “ Mbah Langgar “.
Dalam menjalankan dakwahnya beliau
membuat padepokan disekitar rumah sahabat sekaligus muridnya Mbah kramat.
Tempat itu dijadikan sebagai ajang latihan dan pendadaran ilmu- ilmu kanuragan
sekaligus sebagai tempat berkumpulnya para pemuda desa. Dari hari ke hari
muridnya bertambah banyak. Bahkan pemuda dari luar desapun ikut bergabung ngudi
kaweruh,menyadap bisikan cakrawala, mengadopsi kebijaksanaan titah petua.
Berita keberadaan padepokan itu menyebar luas di ruang hampa, membisikkan
diantara daun telinga sampai ke luar perbatasan pedesaan. Banyak para pendekar
yang mempunyai ilmu kadikdayaan dari luar desa itu yang penasaran, mendidih
darah muda pendekar, ingin menjajal ilmu yang dimiliki oleh Syekh Abdul Chamid
bin Raden Rahmat atau Mbah Langgar.
Punden
Langgar
|
Pada tengah malam bulan purnama datanglah
seorang pemuda yang gagah perkasa ke padepokan, yang terkenal memiliki ilmu
kanuragan yang sangat sakti dari desa tetangga yaitu desa Ngabul. Pemuda itu
adalah Kyai Joko Sari yang memiliki pusaka kyai Jago Komplong yang sangat
ampuh. Dia menemui Syekh Abdul Chamid bin Raden Rahmat dan mengutarakan maksudnya
agar berkenan ngudi kaweruh bertarung dengannya.
” Mbah Langgar, Aku ingin bertarung
denganmu, seberapa tinggi ilmu yang kamu miliki sehingga kamu berani mendirikan
sebuah padepokan,” Kata ki Joko Sari. “Bagaimana Jika Nanti kamu kalah dalam
pertarungan…..?” jawab mbah Langgar dengan menatap matanya. Dengan nada tinggi
ki Joko Sari berkata ” kalau aku kalah aku bersedia menjadi muridmu dan aku
akan membantu keperluanmu”. “ baiklah kisanak… kalau itu maumu”, sahut mbah
Langgar dengan nada tenang penuh keyakinan dan percaya diri.
Mereka berdua berdiri dan berjalan menuju
arena pertarungan di samping padepokan untuk adu kasedik. Di tiap-tiap
pojokan arena dipasang obor dari bambu sebagai penerangan. Para murid duduk
bersila membuat barisan melingkar menyaksikan pertarungan akbar yang sebentar
lagi akan berlangsung. Mereka mulai bertarung dengan tangan kosong, Jurus jurus
silat yang meruka punyai mulai diperlihatkan. dilanjutkan dengan pertarungan
menggunakan senjata tajam. Benturan senjata tajam di kegelapan menyemburkan
kilatan dan percikan-percikan api dan keduanya sama sama lihai dalam memainkan
permainan pedang.
Karena sama sama sakti dalam permainan
tangan kosong dengan bermacam macam jurus silat dan sama sama lihai dalam permainan
senjata tajam, mereka sepakat melanjutkan permainan ke level yang lebih tinggi.
ki Joko Sari mengeluarkan senjata pamungkas yang sangat ampuh yaitu Jago
Komplong yang sebelumnya tidak ada yang bisa mengalahkannya. Diangkatnya tinggi
tinggi dengan kedua tangannya. Mulutnya komat kamit merapalkan mantra dan siap
diarahkan ke sasaran yang di tuju.
Melihat gelagat ki Joko Sari dengan ilmu
pamungkasnya Mbah Langgar segara mencabut senjata yang terselib di
pinggangnya dengan tangan kanan dan diacungkan ke atas serta membaca do’a dan japa mantra, dengan
kedua kaki tetap membentuk kuda kuda. senjata pamungkas beliau yaitu sebuah galih
yang terbuat dari kayu yang diberi nama kiyai Nogo Sekar. Barang siapa yang
terkena senjata ini dalam waktu kurang dari sehari semalam nyawanya akan
melayang.
Para murid yang sebelumnya duduk bersila,
tanpa sadar mereka berdiri semua. Dengan hati yang berdebar-debar penuh cemas
mereka ingin menyaksikan akhir dari perhelatan ilmu tingkat tinggi itu. Ki Joko
Sari mulai maju langkah demi langkah mendekati Mbah Langgar ingin segera
mengakhiri pertempuran yang sudah memakan waktu yang sangat lama. Mbah Langgar
pun dengan siap penuh kewaspadaan tanpa gentar sedikitpun maju kedepan
menghampirinya. Mereka-pun mulai menyerang bergantian menggunakan pusaka masing
masing. Melihat ki Joko Sari lengah, mbah Langgar langsung nmengambil
kesempatan itu dan mengarahkan senjata Nogo Sekar ke tubuhnya. Seketika itu
juga tubuh ki Joko Sari terlempar beberapa jengkal ke belakang dan tidak bisa
bangun lagi. Mbah Langgar dengan keadaan waspada melangkah menghampiri ki Joko
Sari
”Ampun…… Mbah langgar, aku mengakui
kehebatan dan kesaktiamu. Aku bersedia menjadi murid mbah langgar”, kata ki Joko
Sari dengan tubuh lemas dan suara lirih.” Baiklah kalau begitu, sekarang kamu
kuakui sebagai muridku” kata mbah Langgar dengan tersenyum.
Mereka berdua berjabat tangan dan saling
merangkul, merapatkan sentuhan kulit penuh keringat, menyatukan nada detak
jantung yang masih menyisakan irama.Sejak saat itu ki Joko Sari menjadi
muridnya sekaligus sebagai teman seperjuangan dalam menyebarkan agama islam.
Dia diserahi menyebarkan agama islam disekitar desa Ngabul dan sekitarnya.
Ilmu dan Kesaktian mbah Langgar semakin tersohor sejak kejadian
itu.Angin membawa berita, menelisik daun telinga ,diantara ruang belantara, mengabarkan
seorang ksatria gagah perkasa, sehingga padepokannya semakin ramai oleh santri-santri,
berbondong-bondong riuh, yang ingin mencangkok ilmu darinya. Salah satu murid
dan sahabat kesayangan beliau yang sangat terkenal adalah mbah Nggelang.
Mbah nggelang adalah seorang pemuda yang
sangat giat belajar dan rajin melaksanakan tirakat-tirakat untuk mencapai ilmu
yang lebih tinggi. Beliau bertempat tinggal 1 km di sebelah selatan rumah mbah Langgar.
Beliau dinamakan mbah Nggelang kerena beliau selalu memakai gelang yaitu
perhiasan berbentuk lingkaran yang terbuat dari seloko yang selalu
dipakai di tangannya.
Pada suatu hari saat musim kemarau yang
panjang, kering kerontang, tandus, masyarakat sangat kesulitan mendapatkan setitik
air. Sumber mata air di sungai-sungai mengering, tanaman-tanaman di sawah mati lunglai , hewan-hewan ternak kurus
keriput terkapar mati kehausan. Masyarakat saat itu kebingungan menemukan
sumber kehidupan, mencoba mengais
sisa-sisa mata air, ke sana ke mari, tapi semuanya kering, layu,gersang, tak
satipun mata air yang mereka temukan. akhirnya mereka berkumpul dan
bermusyawarah untuk mencari jalan keluar.
Dalam pertemuan itu mereka saling berbagi
informasi, memberikan usul dan pendapat untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Banyak
sekali usulan dan pendapat yang mereka utarakan tetapi masih mengalami jalan
buntu. Mereka terdiam tak berdaya, hening sepi dan hampa, putaran kepala mandeg
membeku, akhirnya mereka memutuskan agar permasalahan ini dimintakan nasehat
dan jalan keluar kepada mbah Nggelang. Mereka
menganggap bahwa walaupun mbah Nggelang masih
muda tapi ilmunya sangat tinggi karena beliau sangat rajin dalam melaksanakan
tirakat dan lelakon.
Siang itu juga masyarakat secara ramai-ramai
pergi ke rumah mbah Nggelang. Dari kejauhan rumah mbah Nggelang kelihatan
bersih dan asri. Di samping kanan kiri rumahnya berjajar pohon- pohon besar
tertata rapi membuat suasananya hijau dan sejuk. Tak lama kemudian
merekapun sampai di halaman rumah beliau.
Mereka melihat ada jumbangan ( blumbang ) yang sangat besar dan
dalam di
samping halaman rumahnya. Jumbangan yang besar dan dalam itu saat
musim penghujan penuh dengan air yang sangat melimpah dan jernih. Tetapi pada saat itu mereka tidak
melihat satu tetespun air yang mengalir di situ.
“ Di sini, di rumah mbah Nggelang juga
tidak ada air……!!, buktinya jumbangannya nggak ada air” gumam mereka dalam
hati. Ada sebersit keraguan, ada setitik
keputus asaan apakah mereka jadi menemui atau tidak . tetapi akhirnya merka
tetap ingin menemui mbah Nggelang.
“ Assalamu’alaikum, kulo nuwun… ,“ sambil
mengetuk pintu mereka mengucapkan salam. “Wa’alaikum salam… , Monggo Monggo…,
Pinarak …“, sambut Mbah Nggelang sambil Bersalaman dengan tamunya satu per-satu
dan mempersilahkan tamunya agar duduk di kursi yang terbuat dari bambu.
Merekapun lantas duduk dan mulai bercakap cakap kesana kemari, berbasa
basi dan setelah sekian lama mereka
mengutarakan maksud dan tujuannya.
“Begini mbah Nggelang….., maksud
kedatangan kami adalah mau minta tolong kepada Mbah Nggelang, agar kami
mendapatkan air. Kemarau yang panjang ini menyebabkan tanaman banyak yang mati,
hewan ternak lesu cemberut, dan kebutuhan
kami sehari-hari seperti memasak, mandi dan mencuci sering tak
terpenuhi,” kata seorang warga sebagai juru bicara mewakili teman – temannya.
Mbah Nggelang terdiam sesaat, berfikir
menjelajah cakrawala, mencoba mencari jawaban atas masalah yang diderita warga.
Para tamu termangu, menunggu tak sabar ingin mengetahui apa petuah yang
dimiliki oleh mbah nggelang itu.” Besok siang saat tengah hari, saat sang
mentari tepat diatas kepala, kita
berkumpul di sini dan berdoa bersama kepada sang pencipta, memohon agar hajat
yang kalian inginkan bisa tercapai,”Kata Mbah Nggelang dengan nada yang terang
dan jelas penuh kebijaksanaan.
”Baiklah… besok siang kami semua akan datang
kemari beramai - ramai, berdoa bersama-sama dengan Mbah Nggelang,” sahut mereka
dengan penuh pengharapan dan keyakinan”.
“Jangan lupa masing-masing membawa
sedekah seadanya dan salah satu di antara kalian ada yang membawa jajan pasar
yaitu rujak cendol satu
kwali besar. Setelah berdo’a nanti kita makan bersama- sama dan selebihnya
nanti kita bagi kepada fakir miskin yang membutuhkan,” sambung Mbah Nggelang melanjutkan
ucapannya.
Mereka mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan Mbah Nggelang dengan
kepala mengangguk – angguk, pertanda mereka mengerti.setelah pembicaraan dirasa
sudah cukup,Mereka berniat minta pamit untuk pulang ke rumah masing – masing.”
Kami semua berterimakasih kepada Mbah Nggelang dan minta maaf telah mengganggu
istirahat siang mbah nggelang,kami permisi mau pulang ke rumah,” kata salah
satu dari mereka sambil berdiri dan bersalaman dengan mbah nggelang.
Keesokan harinya, mereka dengan suka cita, mempersiapkan segala
sesuatunya untuk upacara ritual, berdoa kepada sang Maha Kuasa, meminta
didatangkan air untuk menyambung kebutuhan mereka. Semua dapur mengepulkan asap menebarkan aroma
masakan yang menusuk hidung. Ada yang memasak nasi dan lauk pauk lengkap dengan
uraban sayur mayur, dan sebagian ada yang mempersiapkan jajan pasar lengkap
dengan rujak cendol seperti yang dipesankan mbah Nggelang dan sebagian lagi
mempersiapkan wadah-wadah makanan yang sangat cantik yang terbuat dari anyaman bambu
seperti tenong,tumbu, besek, kreneng, senik,dll.
Siang itu terik matahari memamerkan
sinarnya yang sangat ganas dan menyengat.
Satu persatu masyarakat berduyun- duyun datang dan berkumpul di bibir jumbangan
di samping rumah mbah nggelang. Sedekah dan
jajan pasar ditempatkan di samping mereka masing masing. Setelah beberapa saat
kemudian Mbah nggelang keluar dari rumahnya
dengan berpakaian putih-putih dan gelang yang terbuat dari seloko melingkar di
pergelangan tangannya. Beliau duduk dekat kwali besar yang berisi rujak cendol,
bersila dan menghadap ke kiblat. Kedua tangannya diangkat terbuka ke atas,
bibirnya komat kamit mulai merapalkan doa jopo montro diikuti oleh semua yang
hadir mengamini. Setelah selesai berdo’a mereka dipersilahkan menyantap makanan
yang mereka bawa dan meminum rujak cendol yang ada dikwali dan menyisihkan sebagian
makanannya untuk diberikan kepada fakir miskin yang sangat membutuhkan.
Beberapa saat kemudian mereka mulai
membereskan bawaannya, pertanda acara ritual sudah selesai dan bersiap siap
kembali ke rumah masing- masing. Mereka berjalan kaki menyusuri pematang sawah
yang kering kerontang, sambil berharap semoga do’a yang dipimpin oleh mbah
nggelang tadi bisa terkabul dan segera bisa mendatangkan air?
Tiba-tiba langit yang semula biru, berubah menjadi gelap dan hitam pekat, awan
teball menyelimuti cakrawala yang membalut pancaran sang surya yang tak lagi
memantul, ”glegarrr….,”suara Guntur menggelegar diikuti kilatan petir yang
memekik telinga….angin sejuk menembus pori-pori di sela-sela keringat dan tak
lama kemudian air hujan jatuh dari langit sangat deras mengguyur tanah kering yang sekian lama merindukan datangnya sang air.
Masyarakat yang sudah lama mendambakan datangnya
air hujan, menyambut dengan penuh suka cita. Wajah lusuh, kotor dan berbau
sirna diguyur oleh jutaan tetesan air.Mereka segera mengambil wadah -wadah yang
terbuat dari gerabah ,seperti buyung dan
genuk , diisi penuh dengan air sampai tumpah ruah. Sebagian ada yang hujan-
hujanan sambil bernyanyi dan menari, anak anak menyambutnya dengan bermain main
lumpur, hewan – hewan ternak dimandikan dan diberi minum sepuasnya.
Mbah nggelang melihat kejadian itu merasa
bersyukur kepada sang pencipta akan dikabulkannya permintaan warganya. Beberapa
masyarakat mendatangi Mbah Nggelang, menjabat tangan beliau dan mengucapkan
banyak terima kasih. ”Terima kasih Mbah Nggelang, berkat Mbah Nggelang kami
semua bisa mendapatkan air yang sangat melimpah ruah,” kata salah satu dari
mereka. “ Jangan berterima kasih kepada saya, tapi berterima kasihlah kepada sang
maha kuasa yang telah berkuasa melimpahkan anugerah-Nya untuk kita semua,”
sahut Mbah Nggelang merendah dan meluruskan,”
Sejak kejadian itu, masyarakat ketika
menemui kemarau panjang dan sulit mendapatkan air, selalu mendatangi mbah
Nggelang. Sang penolong yang muda belia, berjama’ah mengawal lantunan do’a, agar
dimintakan kepada sang pencipta, dengan membawa sedekah dan rujak cendol.
Kehebatan dan ketinggian ilmu yang
dimiliki oleh Mbah Langgar, sahabat dan murid muridnya terdengar sampai ke luar
desa. Tetapi Mbah Langgar mewanti – wanti kepada sahabat dan murid-muridnya
supaya tidak memamerkan ilmu yang dimiliki, tidak sesumbar dan tidak membusungkan
dada. Setiap langkah dan perbuatannya
bersih nan ikhlas, tak ingin dipuji oleh gombalan pujian manusia. Kabar kehebatan Mbah Langgar tersebar sampai
ke kadipaten Njeporo ( Jepara ) yang saat itu dipimpin oleh Raden Ayu Nyai Ratu
Kali Nyamat.
Raden Ayu Nyai Ratu Kali Nyamat
memerintahkan kepada salah satu prajuritnya supaya menemui Mbah Langgar.
Prajurit itu segera melaju ke arah timur dengan memacu se-ekor kuda jantan
berwarna hitam.tak lama kemudian dia sudah sampai di samping halaman rumah Mbah
Langgar. “ Assalamu’alaikum……..kulo nuwun….,” kata prajurit sambil turun dari
kudanya.” Wa’alikumsalaaam……monggo…monggo… “ Jawab Mbah Langgar sambil keluar
dari langgarnya.mereka saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri, sambil
duduk di bawah pohon besar yang rindang.” Begini Mbah Langgar.... Raden Ayu
Nyai Ratu Kalinyamat ingin berjumpa dengan Mbah Langgar di kadipaten Njeporo.” Kata prajurit
mengutarakan maksudnya.”Baiklah Prajurit,mari kita berangkat bersama sama
sekarang,” Kata Mbah Langgar sambil berganti pakaian yang berwarna hijau –
hijau, pakaian kebesaran kesukaannya.
Mbah Langgar bersama embannya nyai Siti
Rukoyyah dan prajurit segera meninggalkan rumahnya menuju ke kadipaten Njeporo.Gapura
besar dan megah terbuat dari susunan batu bata merah berdiri tegak di depan
pintu utama istana. Nyai Ratu kalinyamat yang cantik itu duduk di kursi singgahsana
memancarkan keanggunan dan sekaligus kewibawaannya.Mbah Langgar dan prajurit,
duduk bersila di lantai , menghaturkan sungkem idi pangestu, dengan merapatkan
kedua telapak tangannya seraya menundukkan kepala.Mereka bercakap cakap lama
sekali, berbicara masalah – masalah sosial ,budaya dan keagamaan, kadang kadang
dibumbui guyonan – guyonan yang membuat akrab dan suasananya santai dan tidak
kaku.
Raden Ayu Nyai Ratu Kalinyamat sangat
menikmati perbincangan itu. Suasana hangat menentramkan jiwa, bahasa yang
terucap halus, penuh gurauan canda tawa, kadang saling mencurii pandang dengan sorot mata manja memikat. Butir butir
cinta mulai tumbuh bersemi, bunga mawar berseri seri setelah sekian lama layu,
kumbang jantan terdiam tersipu malu. Kharisma yang dimiliki Mbah Langgar,
dengan wajah yang sangat tampan membuat Nyai Ratu Jatuh Hati.
“ Mbah Langgar, Aku sudah lama tak
bersuami lagi, sudikah kiranya kamu menjadi pendamping hidupku…!! Ucap Nyaii
ratu penuh percaya diri dengan kekuasaannya. Mbah Langgar terdiam kaget…,
terkesima…, tidak pernah menyangka ada pertanyaan seperti itu. “ Lho… ko’ malah terdiam…? Sambung Nyai
Ratu menanti jawaban.Mbah Langgar terdiam,keringat dingin bercucuran, tak kuasa
merangkai kata – kata,membisu seribu bahasa dan dia merasa serba salah.
Sebenarnya dalam hatinya juga terbersit perasaan cinta karena nyai ratu adalah
perempuan yang sangat cantik,kulitnya putih langsap, rambutnya hitam berkilau,
tutur sapanya halus dan manja, tapi dia merasa tidak pantas bersanding dengan
junjungannya.
“ Aaa….Ampun Ndoro Putri, sss…saya merasa
tidak pantas bersanding dengan ndoro putri,saya hanyalah orang biasa yang tidak
mempunyai kelebihan apa – apa, dan hamba belum mempunyai niat untuk berumah
tangga,” Jawab Mbah Langgar dengan terbata bata dan kepala tertunduk.
Mendengar jawaban Mbah Langgar itu, Nyai
Ratu merasa cintanya bertepuk sebelah tangan, cintanya tak bersambut.Padahal
memang sudah menjadi kebiasaan mbah Langgar, bahwa dia selalu rendah hati,
lembah manah dan tidak suka membusungkan dada.Sebenarnya Mbah Langgar juga
mencintainya, tetapi beliau tidak berani mengambil keputusan secepat itu.
“ Berarti kamu menolak cintaku..!!!,
Tanya nyai Ratu dengan muka kecewa.” Ampun Nyai ratu, beri Hamba untuk
memikirkan ini, sehari dua hari, hamba
belum bisa menjawab sekarang ndoro Putri…! Jawab Mbah Langgar Dengan suara
lirih, dan sesekali melihat mata nyai ratu yang berkaca kaca.” Ya sudahlah,
sekarang kamu boleh meninggalkan tempat ini… !! Ucap Nyai Ratu sambil
membalikkan badannya.” Wah..kelihatannya Nyai ratu salah faham, bukannya aku
menolak cintanya nyai ratu, tetapi Aku hanya ingin minta sedikit waktu untuk
memikirnya,” Gumam Mbah Langgar dalam hati.
Sore menjelang maghrib, awan merah
berkumpul di ujung barat, Mbah Langgar segera minta pamit meninggalkan tempat
itu.Dalam perjalanan pulang Mbah Langgar yang ditemani embannya merasa gelisah
dan khawatir karena telah mengecewakan perasaan nyai ratu.disamping sangat cantik
Nyai Ratu juga terkenall mempunyai ilmu yang sangat tinggi.Beliau sangat rajin
berpuasa dan bertapa untuk mendapatkan ilmu kedigjayaan tingkat tinggi.Mbah
Langgar merasa ada sesuatu yang akan terjadi di tempat tinggalnya.Mereka berdua
mempercepat langkahnya dengan p[enuh kewaspadaan karena takut terjadi apa apa.
Sementara itu di Kadipaten Njeporo Nyai
Ratu masuk ke bilik kamar pribadinya. Ruangan dengan semerbak harum bunga,tak
seorangpun boleh memasukinya.“ Aku ingin tahu seberapa hebat ilmu yang dimiliki
Mbah Langgar, sehingga berani menolak permintaanku, “ Kata Nyai Ratu dalam
Hati.Nyai Ratu duduk bersila di pojok kamar sambil komat kamit merapalkan
mantra.asap dupa mengepul di depannya menebarkan aroma mistik.Bunga tujuh rupa
memenuhi tempayan yang terletak diatas meja kecil di sampingnya.Nyai Ratu berkonsentrasi
mengeluarkan kedigjayaan ilmunya.” Aku akan menenggelamkan tempat kediaman Mbah
Langgar dengan air yang sangat besar seperti lautan,” bisik Nyai Ratu dalam hati.
Di tengah perjalan saat tengah malam,
Mbah langgar dan Embannya hampir sampai di perbatasan desa sebelah barat.
Beliau tidak bisa meneruskan perjalanannya karena terhalang ( ketandog )
bebatuan. Semua jalan yang semula biasa di lalui tertutup rapat oleh bebatuan
besar.Ini semua adalah ilmu yang dikirimkan oleh Nyai Ratu Kalinyamat untuk
menghalang–halangi perjalanan pulangnya.
Mbah Langgar mengeluarkan ilmunya, sambil
memejamkan mata dalam keadaan berdiri beliau berdoa supaya batu batu yang
menghalangi ( Nandogi ) Jalannya bisa sirna.
Seketika itu juga batu batu besar bergerak menyamping
ke kanan dan ke kiri, sehingga tidak menghalangi jalannya. Sekarang daerah itu
dinamakan dukuh TENDOG, karena waktu itu Mbah Langgar ke-Tandog bebatuan.
Karena
kejadian itu Mbah Langgar semakin yakin bakal terjadi sesuatu di sekitar tempat
tinggalnya. Mereka segera mempercepat langkahnya dengan obor ditangannya
sebagai penerang.Kali ini mereka tidak hanya berjalan, tetapi berlari laksana
angin, menerobos ruang dan waktu,berkelebat menyelinap di kegelapan malam,agar
segera cepat sampai di rumahnya.setelah beberapa waktu kemudian mereka kaget
dengan kejadian yang nampak di depan mata.Perkampungan tempat tinggalnya dipenuhi
air besar bergelombang, seperti lautan yang datangnya entah dari mana.
“ Ini
Pasti ilmu kiriman Nyai Ratu “ Terka Mbah Langgar penuh keyakinan.Mbah Langgar
dan Embannya nggak bisa ke tempat tinggalnya karena terhalang oleh air yang
semakin besar semakin besar dan semakin dalam. “ sebaiknya kita berenang (Nglangi)agar kita bisa sampai di rumah
dan menyelamatkan penduduk sekitar
tempat tinggal kita,” Kata mbah Langgar kepada embannya.
Tanpa
membuka pakaiannya mereka berenang (nglangi) mengarungi air yang deras munuju
tempat tinggalnya.Ayunan kedua lengan tangan
memecah, membelah, kejamnya genangan air.Kedua kaki mengayuh menyibak
sekumpulan air.Tiba – tiba di tengah perjalanan dalam keadaan gelap, ada sebuah
ular besar, panjang bersisik dan bertaring tajam, menyemburkan bisa api yang
keluar dari mulutnya.Ular besar itu sesekali mengangkat kepalanya tinggi tinggi
mendemonstrasikan keganasannya.Nyai siti ruqoyyah pembantunya itu menjerit
histeris sambil berteriak …!!
“ awas..!! Mbah Langgar….Ada ular
besar….,” kata ruqoyyah spontan sambil menudingkan telunjuk tangannya ke arah
ular itu . “Itu bukan ular… tapi potongan kayu besar yang hanyut di air…!!!
Sangkal Mbah Langgar mencoba menenangkan pembantunya itu yang mulai gugup dan
mulai ketakutan.” Bukan kayu Mbah Langgar….. itu adalah ular yang sangat
menakutkan…!!, Bantah siti Ruqoyyah meyakinkan.Sebenarnya Mbah Langgar tahu
bahwa yang di lihat embannya itu adalah memang seekor ular yang diberi nama
ular Naga Sekar, tetapi dia tak ingin Embannya mati kaku di makan oleh ketakutannya
sendiri.” Kamu salah !! itu bukan ular tapi kayu besar yang hanyut di air”
sanggah Mbah Langgar kembali menenangkannya.
Sambil berenang Mbah Langgar tak henti
hentinya memohon kepada sang pemelihara agar perjalanannya selamat sampai
tujuan dan bisa menghadapi segala rintangan rintangan yang terjadi.mereka berdua
maju terus melanjutkan berenang walau di depannya ada ular besar.Mbah Langgar
berada di depan dan pembantunya yang masih ketakutan brada di belakangnya.Ular
itu berkelebat Maju ke depan dan siap memangsa mereka, dengan membuka mulutnya
yang bertaring itu.tetapi kejadian aneh terjadi, tiba tiba ular itu seketika
berubah menjadi jinak seraya menjelma
menjadi kayu besar dan dijadikan pegangan mereka berdua.
Tak Lama kemudian, sampailah mereka
berdua di rumah tempat tinggalnya. ketika sampai di tepi daratan,tiba-tiba kayu
besar tadi berubah lagi menjadi ular dan berputar-putar menyibak air dan
melingkar-lingkar mengitari tempat tinggal Mbah Langgar dan berubah lagi
menjadi kayu besar. Sementara Air
semakin unjuk gigi,semakin deras, meninggi meninggalkan permukaan tanah, menelan
material rumah dan langgar mereka,
sampai setinggi dada orang dewasa
.Mbah Langgar yakin ini bukan air biasa
tetapi air kiriman dari ilmu kesaktian Nyai Ratu.Beliau berdiri menghadap
kiblat dengan menyilangkan kedua tangangannya di dadanya.bibirnya merapalkan
japa mantra sambil memejamkan mata.sementara embannya hanya bisa menyaksikan dari
belakang sambil menangis ketakutan, dengan tubuh menggigil kedinginan.
Tak lama kemudian, permukaan tanah
tempat tinggalnya,dengan Pohon besar
yang tumbuh kokoh di sekelilingnya,sedikit demi sedikit bergerak ke atas
menjauhi dataran air. Nyai Siti Ruqoyyah
terheran heran dengan kejadian itu sambil menggeleng nggelengkan kepalanya, dan
sesekali mengernyitkan keningnya.Tetapi air terus bergerak, semakin deras dan
ganas, ingin menenggelamkan tempat itu, seakan nggak mau kalah dengan
meninnginya dataran itu.Mbah Langgar meneruskan ilmunya dan dataran itu kembali
meninggi terus meninggalkan permukaan air.
Tiba-tiba Mbah Langgar teringat
kejadian siang itu. “ Nyai Ratu salah faham terhadap jawaban saya….,
sehingga menganggap, cintanya saya
abaikan dan membuat Nyai Ratu sakit hati. Kalau sekarang kesaktiannya saya
kalahkan dengan ilmu yang saya miliki, akan membuat Nyai Ratu tambah sakit hati
dan tidak akan memaafkan saya”.Kata Mbah Langgar dalam hati. “sebaiknya saya
berpura pura kewalahan dan tidak kuwasa menandingi ilmu Nyai Ratu”. Kata Mbah
Langgar dalam renungannya.
Mbah Langgar memerintahkan kepada
Embannya agar segera meminta penduduk sekitar ikut mengatasi masalah tersebut. Melihat
kejadian itu Nyai Ruqoyyqh lari kearah timur dan meminta masyarakat sekitar
untuk menjemur kapas dan membakar tumpukan jerami. Seketika itu juga masyarakat
menjemur kapas mereka seakan akan saat itu sudah pagi dan sudah ada cahaya
kemerah merahan seakan-akan sang mentari sebentar lagi akan terbit di ufuk
timur. Melihat tanda -tanda itu Nyai Ratu menghentikan amalan ilmunya dan memaafkan
kejadian siang itu lalu berangsur angsur air itu surut. Mbah Langgarpun menghentikan
ritualnya pertanda keadaan sudah aman terkendali. Berkat kesaktian Mbah Langgar
dan kerja sama masyarakat kejadian itu bisa diatasi.
Keesokan hari air itu sudah hilang
entah ke mana, seakan akan kejadian semalam tidak pernah terjadi. Tetapi
dataran tanah yang meninggi dari dataran
sekelilingnya masih berupa gundukan semacam bukit kecil dengan ketinggian sekitar
sepuluh depa.
Punden
Langgar tampak jauh
|
Dari kejadian tersebut kampung itu dinamakan desa Langon diambil
dari peristiwa Mbah Langgar Nglangi (berenang) untuk menyelamatkan kampung yang
mau tenggelam.
Akhirnya Mbah Syekh Abdul Chamid atau disebut Mbah Langgar mensyiarkan agama
di desa Langon hingga akhir hayatnya dan beliau juga dimakamkan di desa Langon
tepatnya di gunung kecil yang dulu sebagai tempat tinggal dan tempat beribadah
beliau yaitu di lokasi lanngar tersebut. Dan mudah-mudahan amal bakti beliau,
pengorbanan beliau, pengabdian beliau untuk mensyiarkan agama islam di desa
Langon senantiasa mendapatkan berkah, dan ridlo dari Allah swt. Sehingga beliau
ditempatkan ditempat yang layak disisi Allah swt. Amin. Dan kita sebagai generasi
berikutnya mudah-mudahan bisa meneruskan dan melestarikan perjuangan beliau untuk
mensyiarkan dan memajukan agam islam di desa Langon yang kita cintai bersama.
Amin. Demikian cerita singkat ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita bersama.
Amin
TRADISI DAN KEBIASAAN MASYARAKAT DESA LANGON
Tradisi dan kebiasaan yang serin dilakukan oleh
masyarakat setempat tidak bisa terlepas dari sejarah/legenda asal usul desa
Langon.bahkanterdapat beberapa kebiasaan yang wajib dilaksanakan oleh
masyarakat setempat sebagai ritual tahunan.berikut ini merupakan beberapa
tradisi dan kebiasaan kebiasaan tersebut, yaitu ;
1.
Tradisi Manganan Mbah Langgar yaitu selamatan yang dilaksanakan di
makam Mbah Langgar. Selamatan ini dilaksanakan sebagai upacara rasa sukur dan
tolak balak yang dilaksanakan pada bulan apit tepatnya Kemis Kliwon pada siang
hari. Saat managanan Mbah Langgar tidak diperkenankan mencicipi hidangan
selamatan yang akan dibawa. Apabila itu dilanggar hidangan selamatan itu akan
tumpah. Sedangkan menu disukai mbah Langgar adalah ikan goreng.
Punden
Langgar
|
2.
Tradisi manganan Mbah Nggelang yaitu selamatan yang dilakukan di makam
Mbah Nggelang pada siang hari pada bulan Apit tepatnya hari Senin Pahing. Biasanya
setelan manganan akan segera turun hujan. Lauk yang dijadikan hajatan tidak
boleh dipotong-potong. Setelah hajatan tulang dan kepala ikan sebaiknya ditaruh
di blumbang/kolam dekat makam.
Punden
Mbah Ngelang
|
3.
Tradisi manganan Mbah Ndagan. Yaitu selamatan yang dilaksanakan pada
Bulan Apit hari Kamis Kliwon di punden soko dekat makam Mbah Ndagan.
Punden
Soko Ndagan
|
4.
Barian apem
5.
Kabumi
PUNDEN DAN JURU KUNCI
Upaya melestarikan situs situs
peninggalan masa lalu dengan segala legenda yang melingkupinya dikelola oleh
juru kunci atau plawangan. Pemerintah desa bertugas mengkordinir dan
memantau keberadaan mereka dalam
menjalankan amnat yang diwariskan secara turun temurun . berikut punden dan
juru kunci di tiap tiap lokasi sbb:
1. Punden Langgar berlokasi di RT 11 RW
05 500 m sebelah utara balai desa
Langon. Adapun Juru kunci punden langgar
secara turun temurun adalah : a. Sumerto
b.
Sowijoyo
c.
Reso Basimin
d.
Karsani
e.
Genep
f.
Suprato
2. Punden Nggelang yang berlokasi di
RT 10 RW 05 500 m sebelah tenggara balai desa Langon adapun juru kunci mbah
nggelang secara turun temurun adalah :
a. Ki Muh Adnan
b. Ki Ansori
c. Ki Kharis
3. punden Ndagan berlokasi di RT 10 RW
05 400 m sebelah barat daya. Adapun juru
kunci Mbah Ndagan secara turun temurun adalah :
a. Asmuni
b. KH. Abdul Rohman
PEMIMPIN DESA LANGON DARI MASA KE MASA
Sebutan bagi pemimpin desa Langon biasa di sebut Petinggi.
Berikut ini terdapat data beberapa petinggi yang pernah menjabat sejak masa
sebelum kemerdekaan sampai pada masa setelah kemerdekaan :
1. Sebelum kemerdekaan : a. Demang Sedet ( jaman Hindia Belanda )
b. Martodikromo ( jaman Jepang )
2. Setelah kemerdekaan : a. Sumito Seneng
b. Badrut Tamam
c. Sukadi Nur
d. A. Rofiq
e. Santoso
Asal Usul Desa Langon
Taskuri Cometo
Penerbit Pemerintah Desa
Langon
Editor Muhammad Supriyanto
Penyunting petinggi Desa
Langon
Januari, 2014